Mungkin diantara kalian masih anyak yang belum mengetahui mengenai adat istiadat suku Tolaki, maka dari itu pada artikel ini saya akan menulis tentang adat istiadat suku Tolaki.
Suku Tolaki adalah sebuah komunitas masyarakat yang mendiami pulau Sulawesi di sebelah Tenggara persisnya di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara. Kebanyakan dari mereka punya profesi sebagai petani yang rajin dalam bekerja. Selain itu mereka juga punya semangat gotong royong yang tinggi.
Suku Tolaki menjadi salah satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping Suku Buton dan Suku Muna yang tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka, yang berada di Kab. Kolaka dan mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan Lambuya sedangkan yang berada di Kab. Kendari mendiami daerah Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea. Orang Tolaki pada mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina. Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”
Tradisi suku tolaki ini tidak kalah menarik dengan suku-suku yang ada di daerah sulaesi khsusnya karena memiliki ciri hkas dan keunikan tersendiri.
Berikut adalah Tradisi Adat istiadat suku Tolaki
Tradisi suku tolaki ini tidak kalah menarik dengan suku-suku yang ada di daerah sulaesi khsusnya karena memiliki ciri hkas dan keunikan tersendiri.
Berikut adalah Tradisi Adat istiadat suku Tolaki
Perkawinan
Mowindahako dapat diterjemahkan pesta perkawinan, setelah tiba hari yang telah disepakati, maka diantarlah pengantin laki-laki ketempat upacara perkawinan dengan usungan (Sinamba Ulu) atau kendaraan lain.
Rombongan pengantin laki-laki dalam memasuki ruang upacara utama, pintu pagar, pintu utama, pintu kamar tidur, pembuka kelambu dan mata pengantin perempuan masih tertutup. Untuk membuka hal-hal tersebut diatas, maka pihak laki-laki harus menebusnya sesuai dengan kesepakatan dengan masing-masing penjaga. Hal ini dimaksudkan agar memeriahkan acara perkawinan, serta sebagai simbol ketulusan dari pihak laki-laki.disaat upacara ini pula semua kesepakatan peminangan dipenuhi serta ditampilkan secara transparan didepan masing-masing juru bicara, Puutabo, pemerintah, serta para undangan.
Setelah hal-hal tersebut dilakukan, kemudian kedua mempelai duduk bersila dan siap mengikuti upacara adat Mowindahako. Acara ini dilakukan dengan cara juru bicara pihak laki-laki menyesuaikan duduknya dengan mengarahkan Kalonya kehadapan Puutobu atau pemerintah setempat dan maju maksimal 4 kali sampai berhadapan langsung dengan penerima Kalo sebagai permohonan izin untukmemulai upacara adat. Dalam prosesi ini, juru bicara pihak laki-laki mengucapkan salam kepada Puutobu atau pemerintah setempat serta menyampaikan maksud kehadiran yang kemudian dijawab oleh Puutobu atau pemerintah tersebut. Setelah itu penerima Kalo
mengembalikan kepada juru bicara. Kemudian juru bicara laki-laki mohon diri untuk kembali ketempat semula dan berhadap-hadapan dengan juru bicara dari pihak perempuan.
Mowindahako dapat diterjemahkan pesta perkawinan, setelah tiba hari yang telah disepakati, maka diantarlah pengantin laki-laki ketempat upacara perkawinan dengan usungan (Sinamba Ulu) atau kendaraan lain.
Rombongan pengantin laki-laki dalam memasuki ruang upacara utama, pintu pagar, pintu utama, pintu kamar tidur, pembuka kelambu dan mata pengantin perempuan masih tertutup. Untuk membuka hal-hal tersebut diatas, maka pihak laki-laki harus menebusnya sesuai dengan kesepakatan dengan masing-masing penjaga. Hal ini dimaksudkan agar memeriahkan acara perkawinan, serta sebagai simbol ketulusan dari pihak laki-laki.disaat upacara ini pula semua kesepakatan peminangan dipenuhi serta ditampilkan secara transparan didepan masing-masing juru bicara, Puutabo, pemerintah, serta para undangan.
Setelah hal-hal tersebut dilakukan, kemudian kedua mempelai duduk bersila dan siap mengikuti upacara adat Mowindahako. Acara ini dilakukan dengan cara juru bicara pihak laki-laki menyesuaikan duduknya dengan mengarahkan Kalonya kehadapan Puutobu atau pemerintah setempat dan maju maksimal 4 kali sampai berhadapan langsung dengan penerima Kalo sebagai permohonan izin untukmemulai upacara adat. Dalam prosesi ini, juru bicara pihak laki-laki mengucapkan salam kepada Puutobu atau pemerintah setempat serta menyampaikan maksud kehadiran yang kemudian dijawab oleh Puutobu atau pemerintah tersebut. Setelah itu penerima Kalo
mengembalikan kepada juru bicara. Kemudian juru bicara laki-laki mohon diri untuk kembali ketempat semula dan berhadap-hadapan dengan juru bicara dari pihak perempuan.
Acara berikutnya juru bicara laki-laki mengarahkan kehadapan juru bicara perempuan dengan meletakkan Kalo untuk melanjutkan acara Mowindahako. Bersamaan itu pula di sebelah kanan juru bicara laki-laki disuguhkan salopa tempat sirih, pinang, rokok atau tembakau oleh masing-masing ibu yang ditugaskan untuk Mosoro niwule.
Setelah kedua petugas Mosoro niwule menyodorkan salopa maka juru bicara laki-laki membuka kesunyian dengan mengucapkan salam dan dijawab oleh yang mendengarkan
Akhir acara atau penutup dilakukan Moheu osara atau pengukuhan adat. Makna dari acara ini adalah agar dalam melaksanakan tugasnya, juru bicara harus berlaku adil dan jujur serta sehat sepanjang hidupnya, bila sebaliknya akan terkena sanksinya dan mendoakan keduarumpun keluarga mempelai agar hidup rukun, damai, bahagia, sehat, beriman, bertakwa kepada tuhan, dimurahkan rezekinya, melahirkan keturunan saleh, sehat, berilmu, dan beriman sampai akhir hayat. Kemudian dilanjutkan dengan saling menyuguhkan minuman sebagai pertanda upacara perkawinan telah selesai.
Setelah acara adat telah selesai, maka selanjutnya dilakukan akad nikah oleh petugas agama yang didahului penyerahan perwalian dari orang tua perempuan kepada imam (pemuka agama islam) yang akan menikahkan. Dan tahapan berikutnya adalah membawa pengantin laki-laki ke kamar pengantin perempuan untuk pembatalan wudhu. Dalam acara pembatalan wudhu, jempol kanan pengantin laki-laki ditempelkan diantara kedua kening atau dibawah tenggorokan pengantin perempuan.
Pada acara selanjutnya, kedua pengantin keluar kamar menuju kedua orang tua untuk melaksanakan Meanamotuo atau sembah sujud sebagai tanda syukur dan hormat kepada kedua orang tua yang telah melahirkan dan memelihara mereka. Setelah itu barulah dilakukan acara resepsi dan hiburan yang diisi dengan tarian lulo, pada zaman dulu tarian ini dilakukan pada upacara-upacara adat seperti pernikahan, pesta panen raya dan upacara pelantikan raja, yang diiringi oleh alat musik pukul yaitu gong. Tarian ini dilakukan oleh pria, dan yang terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, yang mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalani kehidupannya.
Setelah kedua petugas Mosoro niwule menyodorkan salopa maka juru bicara laki-laki membuka kesunyian dengan mengucapkan salam dan dijawab oleh yang mendengarkan
Akhir acara atau penutup dilakukan Moheu osara atau pengukuhan adat. Makna dari acara ini adalah agar dalam melaksanakan tugasnya, juru bicara harus berlaku adil dan jujur serta sehat sepanjang hidupnya, bila sebaliknya akan terkena sanksinya dan mendoakan keduarumpun keluarga mempelai agar hidup rukun, damai, bahagia, sehat, beriman, bertakwa kepada tuhan, dimurahkan rezekinya, melahirkan keturunan saleh, sehat, berilmu, dan beriman sampai akhir hayat. Kemudian dilanjutkan dengan saling menyuguhkan minuman sebagai pertanda upacara perkawinan telah selesai.
Setelah acara adat telah selesai, maka selanjutnya dilakukan akad nikah oleh petugas agama yang didahului penyerahan perwalian dari orang tua perempuan kepada imam (pemuka agama islam) yang akan menikahkan. Dan tahapan berikutnya adalah membawa pengantin laki-laki ke kamar pengantin perempuan untuk pembatalan wudhu. Dalam acara pembatalan wudhu, jempol kanan pengantin laki-laki ditempelkan diantara kedua kening atau dibawah tenggorokan pengantin perempuan.
Pada acara selanjutnya, kedua pengantin keluar kamar menuju kedua orang tua untuk melaksanakan Meanamotuo atau sembah sujud sebagai tanda syukur dan hormat kepada kedua orang tua yang telah melahirkan dan memelihara mereka. Setelah itu barulah dilakukan acara resepsi dan hiburan yang diisi dengan tarian lulo, pada zaman dulu tarian ini dilakukan pada upacara-upacara adat seperti pernikahan, pesta panen raya dan upacara pelantikan raja, yang diiringi oleh alat musik pukul yaitu gong. Tarian ini dilakukan oleh pria, dan yang terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, yang mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalani kehidupannya.
Tarian Monotambe
Tari Monotambe atau tari penjemputan merupakan tarian khas Suku Tolaki yang kerap ditampilkan saat ada event berskala besar untuk menjemput tamu Kehormatan yang datang berkunjung didaerah Propinsi Sulawesi Tenggara khususnya didaerah Suku tolaki
Tarian ini biasanya diperankan oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai pengawal. Para penari perempuanyyamengenakan busana motif Tabere atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan kalung.Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan
dua penari lelakinya memegang senjata tradisional.
Tarian ini biasanya diperankan oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai pengawal. Para penari perempuanyyamengenakan busana motif Tabere atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan kalung.Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan
dua penari lelakinya memegang senjata tradisional.
Tarian Lulo
Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga populer di Kota Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, atau wisatawan.
Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran atau memanjang. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari.taran n jga asa dlaksanakan d acara pernkaan dan jga acara lain yang bertujuan untuk menghibur para tamu undangan.
Mosehe
Dahulu kala, tradisi ini dilakukan saat dua kerajaan melakukan peperangan. Untuk menyucikan semua dosa dan juga dendam, raja di Mekongga melakukan upacara Mosehe Wonua ini. Dalam upacara yang dilakukan ratusan tahun lalu ini, Raja Mekongga juga menjodohkan anaknya sehingga permusuhan akhirnya reda. Sejak Mosehe Wonua dilakukan pertama kali, tradisi ini jadi rutin dilakukan untuk menolak bala dan juga mara bahaya.
Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga populer di Kota Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, atau wisatawan.
Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran atau memanjang. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari.taran n jga asa dlaksanakan d acara pernkaan dan jga acara lain yang bertujuan untuk menghibur para tamu undangan.
Mosehe
Dahulu kala, tradisi ini dilakukan saat dua kerajaan melakukan peperangan. Untuk menyucikan semua dosa dan juga dendam, raja di Mekongga melakukan upacara Mosehe Wonua ini. Dalam upacara yang dilakukan ratusan tahun lalu ini, Raja Mekongga juga menjodohkan anaknya sehingga permusuhan akhirnya reda. Sejak Mosehe Wonua dilakukan pertama kali, tradisi ini jadi rutin dilakukan untuk menolak bala dan juga mara bahaya.
Dalam bahasa suku Mekongga Mosehe memiliki arti melakukan sesuatu yang suci. Mo diartikan melakukan sesuatu dan Sehe memiliki arti suci. Berangkat dari sini, Mosehe Mekonga bertransformasi menjadi sebuah ritual yang diadakan secara rutin untuk menolak bala san menyucikan negeri dari hal-hal yang merugikan semua orang yang ada di dalam kawasan kerajaan Mekongga.
Setiap tahun, penduduk suku Mekongga akan mengadakan tradisi yang sangat sakral ini. Bagi mereka, melakukan Mosehe Wonua tidak hanya meminta keberkahan saja. Mereka juga melestarikan tradisi nenek moyang yang akan sangat sayang jika sampai hilang dan akhirnya tidak bisa dilakukan lagi. Apalagi tradisi ini berasal dari kerajaan masa lalu dan telah berusia ratusan tahun.
Demikian dulu penjelasan tentang tradisi suku tolaki, sebenarnya masih sangat banyak tradisi suku tolaki dan akan kita bahas pada artikel berikutnya.
Dengan adanya pembahasan mengenai adat istiadat suku Tolaki ini mudah-mudahan dapat menambah ilmu pengetahuan untuk para pembaca isi dari artikel ini.
Do you need Finance?
BalasHapusAre you looking for Finance?
Are you looking for a money to enlarge your business?
We help individuals and companies to obtain loan for business
expanding and to setup a new business ranging any amount. Get a loan at affordable interest rate of 3%, Do you need this cash/loan for business and to clear your bills? Then send us an email now for more information contact us now via Email financialserviceoffer876@gmail.com Whats App +918929509036